topbella

Selasa, 23 April 2013

Analisis Transaksional

 
Analisis Transaksional 

Analisis transaksional  ( AT)  adalah psikoterapi transaksional  yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang menyatakan tujuan – tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan – putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusan – keputusan baru. AT menekankan aspek – aspek kognitif rasional behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan- putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
Pendekatan ini dikembangan oleh Eric Berne ( 1910 – 1970 ) dimana teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah. Yaitu : orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, scenario, pemerasan , dicampuri, pengabaian, dan ciri khas.  AT berasumsi bahwa orang – orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan – perasaan.
A.     Asumsi Dasar
Pendekatan analisis transaksional  berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis structural dan transaksional.  Teori ini menjadi  suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : Orang tua , dewasa, dan Anak. Sifat konstruktual proses terapeutik analisis transaksional cenderung mempersamakan kedudukan konselor dank lien. Adalah menjadi tanggung jawab klien untuk menentukan apa  yang akan diubahnya. Pada dasarnya, analisis transaksional berasumsi bahwa manusia itu :
1.      Manusia memiliki pilihan – pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lampaunya. Ada tiga hal yang membuat manusia selalu berubah yaitu :
a.       Manusia adalah orang yang “ telah cukup lama menderita”. Karena itu mereka ingin bahagian dan mereka berusaha melakukan perubahan.
b.      Adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa.
c.       Manusia bisa berubah karena adanya  penemuan tiba – tiba.
2.      Manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal.
3.      Manusia bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan  memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan – perasaannya.
4.      Manusia sanggup untuk tampil diluar pola- pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan tujuan dan tingkah laku baru.
5.      Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh penghargaan dan tuntutan dari orang – orang lain.
6.      Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah berbuat sebagaimana yang diperintahkan. 
 
A.     Kepribadian
Menurut Eric Berne Sumber – sumber dari tingkah laku bagaimana seseorang itu melihat suatu realitas serta bagaimana mereka mengolah berbagai informasi serta dengan dunia pada umumnya  yang disebut sebagai Ego  State. Digunakan untuk menyatakan  suatu sistem perasaan dan kondisi pikiran serta berkaitan dengan pola – pola dan tingkah lakunya. Menurut Eric Berne  bahwa status ego seseorang terdiri dari unsure –unsur sebagai berikut:
 
a)      Orang tua
Ego Orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari subsitut orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan oleh kita adalah perasaan – perasaan orang tua kita dalam situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan perasaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita.
b)      Orang dewasa
Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi yang merupakan bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Ia tidak emosional dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta – fakta dan kenyataan eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu.
c)      Anak
Ego anak berisi perasaan – perasaan, dorongan – dorongan, dan tindakan – tindakan spotan. Anak alamiah adalah anak yang impulsive, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Anak yang disesuaikan menunjukkan suatu modifikasi dari anak alamiah. Modifikasi – modifikasi dihasilkan oleh pengalaman – pengalaman tarumatik, tuntutan – tuntutan, latihan- latihan dan ketetapan tentang bagimana caranya memperoleh belaian.
A.     Tujuan – tujuan terapi
Tujuan dasar analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan – putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan – putusan dini mengenai  posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara – cara hidup yang mandul dan deterministic. Menurut Berne (1964) ( dalam Corney, 2009) adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulative dan oleh  scenario – scenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
B.     Hubungan Konselor – Klien
Analisis Transaksional adalah suatu bentuk terapi yang berdasarkan kontrak. Suatu kontrak dalam analisis transaksional menyiratkan bahwa seseorang akan berubah. Kontrak haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dan dinyatakan secara ringkas. Kontrak berisi tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah kea rah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis. Sebagai sesuatu yang dapat di ubah- ubah, kontrak dapat dibuat secara bertahap. Konselor akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak.  Ada beberapa implikasi yang menyangkut hubungan konselor – klien yaitu :
1.      Tidak ada jurang pengertian yang tidak bisa dijembatani di antara konselor – klien. Konselor dank lien berbagi kata – kata dan konsep – konsep yang sama, dan keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang situasi yang dihadapi.
2.      Klien memiliki hak – hak yang sama dan penuh dalam konseling. Hal ini berati klien tidak bisa dipaksa untuk menyingkapi hal – hal yang tidak ingin di ungkapkannya. Selain itu pasti klien merasa bahwa dia tidak akan di amati atau direkam diluar pengetahuannya atau tanpa persetujuan darinya.
3.      Kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara konselor dank lien. Pada diri konselor, seorang klien harus menemukan “ seorang manusia yang berminat memajukkan pengetahuan pasien tentang dirinya sendiri dalam seketika sehingga secepat mungkin pasien itu bisa menjadi analisis dirinya sendiri.”

C.     Proses konseling
Proses konseling AT ini dilakukan setiap transaksi yang dianalisis. Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab di arahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien dapat menyeimbangankan egogramnya, mendefinisikan kembali skriptnya serta melakukan instrospeksi games yang dijalaninya.
Tahap – tahap Konseling AT
1)      Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrsk dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2)      Pada bagian kedua baru mengajarkan klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama klien.
3)      Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagimana klien akan melangkah kearah tujuan yang telah ditetapkan, dank lien tahu kapan kontraknya akan habis. Kontrak berbentuk pernyataan klien – konselor untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing- masing terikat untuk saling bertanggung jawab.
4)      Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.

 
Sumber : Roberts .A.R., & J. Gilbert ( 2008). Buku Pintar Bekerja Sosial. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia
Corey. G (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama.
Mappiare, Andi (2010). Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT.Rajawali Grafindo Persada.



 

0 komentar:

Posting Komentar

 
FiHan© Diseñado por: Compartidisimo