Analisis Transaksional
Analisis transaksional ( AT)
adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual,
tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. AT berbeda dengan
sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan
desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang menyatakan
tujuan – tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan – putusan
awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat
keputusan – keputusan baru. AT menekankan aspek – aspek kognitif rasional
behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan
mampu membuat putusan- putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
Pendekatan ini
dikembangan oleh Eric Berne ( 1910 – 1970 ) dimana teori ini menyajikan suatu
kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah. Yaitu : orang
tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, scenario, pemerasan
, dicampuri, pengabaian, dan ciri khas.
AT berasumsi bahwa orang – orang bisa belajar mempercayai dirinya
sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan
perasaan – perasaan.
A.
Asumsi Dasar
Pendekatan analisis
transaksional berlandaskan suatu teori
kepribadian yang berkenaan dengan analisis structural dan transaksional. Teori ini menjadi suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga
kedudukan ego yang terpisah, yaitu : Orang tua , dewasa, dan Anak. Sifat konstruktual
proses terapeutik analisis transaksional cenderung mempersamakan kedudukan
konselor dank lien. Adalah menjadi tanggung jawab klien untuk menentukan
apa yang akan diubahnya. Pada dasarnya,
analisis transaksional berasumsi bahwa manusia itu :
1.
Manusia memiliki pilihan – pilihan dan tidak
dibelenggu oleh masa lampaunya. Ada tiga hal yang membuat manusia selalu
berubah yaitu :
a.
Manusia adalah orang yang “ telah cukup lama
menderita”. Karena itu mereka ingin bahagian dan mereka berusaha melakukan
perubahan.
b.
Adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa.
c.
Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba – tiba.
2.
Manusia sanggup melampaui pengondisian dan
pemprograman awal.
3.
Manusia bisa belajar mempercayai dirinya
sendiri, berpikir dan memutuskan untuk
dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan – perasaannya.
4.
Manusia sanggup untuk tampil diluar pola- pola
kebiasaan dan menyeleksi tujuan tujuan dan tingkah laku baru.
5.
Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh
penghargaan dan tuntutan dari orang – orang lain.
6.
Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu
yang pertama dipelajari adalah berbuat sebagaimana yang diperintahkan.
A.
Kepribadian
Menurut Eric Berne Sumber – sumber dari
tingkah laku bagaimana seseorang itu melihat suatu realitas serta bagaimana
mereka mengolah berbagai informasi serta dengan dunia pada umumnya yang disebut sebagai Ego State. Digunakan untuk menyatakan suatu sistem perasaan dan kondisi pikiran
serta berkaitan dengan pola – pola dan tingkah lakunya. Menurut Eric Berne bahwa status ego seseorang terdiri dari unsure
–unsur sebagai berikut:
a)
Orang tua
Ego Orang tua adalah
bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari subsitut
orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang
dibayangkan oleh kita adalah perasaan – perasaan orang tua kita dalam situasi,
atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan
perasaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita.
b)
Orang dewasa
Ego orang dewasa adalah
pengolah data dan informasi yang merupakan bagian objektif dari kepribadian,
juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Ia
tidak emosional dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta – fakta dan
kenyataan eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa
menghasilkan pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu.
c)
Anak
Ego anak berisi perasaan –
perasaan, dorongan – dorongan, dan tindakan – tindakan spotan. Anak alamiah
adalah anak yang impulsive, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Anak yang
disesuaikan menunjukkan suatu modifikasi dari anak alamiah. Modifikasi –
modifikasi dihasilkan oleh pengalaman – pengalaman tarumatik, tuntutan –
tuntutan, latihan- latihan dan ketetapan tentang bagimana caranya memperoleh
belaian.
A.
Tujuan – tujuan terapi
Tujuan dasar analisis
Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan – putusan baru yang
menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah
mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah
dibatasi oleh putusan – putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara
– cara hidup yang mandul dan deterministic. Menurut Berne (1964) ( dalam
Corney, 2009) adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulative
dan oleh scenario – scenario hidup yang
mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh kesadaran,
spontanitas, dan keakraban.
B.
Hubungan Konselor – Klien
Analisis Transaksional
adalah suatu bentuk terapi yang berdasarkan kontrak. Suatu kontrak dalam
analisis transaksional menyiratkan bahwa seseorang akan berubah. Kontrak haruslah
spesifik, ditetapkan secara jelas, dan dinyatakan secara ringkas. Kontrak berisi
tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah kea
rah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis. Sebagai
sesuatu yang dapat di ubah- ubah, kontrak dapat dibuat secara bertahap. Konselor
akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak. Ada beberapa implikasi yang menyangkut
hubungan konselor – klien yaitu :
1.
Tidak ada jurang pengertian yang tidak bisa
dijembatani di antara konselor – klien. Konselor dank lien berbagi kata – kata dan
konsep – konsep yang sama, dan keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang
situasi yang dihadapi.
2.
Klien memiliki hak – hak yang sama dan penuh
dalam konseling. Hal ini berati klien tidak bisa dipaksa untuk menyingkapi hal –
hal yang tidak ingin di ungkapkannya. Selain itu pasti klien merasa bahwa dia
tidak akan di amati atau direkam diluar pengetahuannya atau tanpa persetujuan
darinya.
3.
Kontrak memperkecil perbedaan status dan
menekankan persamaan di antara konselor dank lien. Pada diri konselor, seorang
klien harus menemukan “ seorang manusia yang berminat memajukkan pengetahuan
pasien tentang dirinya sendiri dalam seketika sehingga secepat mungkin pasien
itu bisa menjadi analisis dirinya sendiri.”
C.
Proses konseling
Proses konseling AT ini
dilakukan setiap transaksi yang dianalisis. Klien yang nampaknya mengelakkan
tanggung jawab di arahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya
sehingga klien dapat menyeimbangankan egogramnya, mendefinisikan kembali
skriptnya serta melakukan instrospeksi games yang dijalaninya.
Tahap – tahap Konseling
AT
1)
Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan
kontrsk dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2)
Pada bagian kedua baru mengajarkan klien
tentang ego statenya dengan diskusi bersama klien.
3)
Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien
sendiri, yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagimana
klien akan melangkah kearah tujuan yang telah ditetapkan, dank lien tahu kapan
kontraknya akan habis. Kontrak berbentuk pernyataan klien – konselor untuk
bekerja sama mencapai tujuan dan masing- masing terikat untuk saling
bertanggung jawab.
4)
Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian
konselor bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi
dan tercapainya tujuan konseling.
Sumber : Roberts .A.R., & J. Gilbert (
2008). Buku Pintar Bekerja Sosial. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia
Corey. G (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung: Rafika Aditama.
Mappiare, Andi (2010). Pengantar Konseling dan Psikoterapi.
Jakarta: PT.Rajawali Grafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar